Sedangkan Prof. Tsui adalah orang China ndeso dan kedua orang tuanya juga buta huruf. Desa kelahirannya selalu dilanda bencana kelaparan, banjir dan peperangan. Lalu mengapa nasib yang tidak menguntungkan tersebut membuahkan kesuksesan bagi mereka ? Tulisan ini GuruMuda tujukan bagi adik-adik pelajar sekolah menengah yang merasa kemampuan otaknya pas-pasan, apalagi sampai sering mendapat nilai merah; juga bagi kita yang berasal dari keluarga miskin, apalagi orangtua buta huruf alias tidak bisa membaca dan menulis. Selamat membaca sambil merenung… semoga kita termotivasi untuk mengikuti jejak mereka. Sukses adalah milik kita semua, mengapa koshiba dan Tsui bisa, kita tidak ? khan sama-sama punya kepala, kaki dan tangan, darah sama-sama merah. Bedanya diriku agak hitam, dirimu mungkin agak putih dan eyang Koshiba dan Tsui kulitnya putih + agak sipit

 Eyang  Masatoshi Koshiba lahir di kota Toyohashi, Jepang, pada tanggal 19  September 1926. Pada mulanya ia bercita-cita masuk militer mengikuti  jejak ayahnya atau menjadi musisi, karena ia sangat menyukai musik.  Cita-citanya masuk militer gagal karena sebelum mengikuti tes ia  menderita sakit Polio. Tetapi mengapa ia memilih untuk menekuni ilmu  fisika, bukannya menjadi musisi ? seandainya Koshiba di Indonesia,  mungkin ia akan memilih menjadi musisi, khan jadi terkenal dan punya  banyak uang, tiap hari konser + punya sekampung fans… Koshiba  memilih menjadi fisikawan, karena gurunya mengatakan bahwa ia tidak  mungkin bisa belajar fisika. nilai raportnya penuh dengan nilai-nilai  berwarna merah  karena merasa diangap rendah oleh gurunya, Koshiba lalu melepaskan  keinginannya menjadi musisi dan memutuskan untuk menekuni ilmu fisika di  Universitas Tokyo. Lagi-lagi, sial menimpa dirinya… nilai hasil belajar  yang kurang memuaskan selalu menyertai langkah hidupnya ketika belajar  di Universitas Tokyo. Koshiba tetap ngotot untuk melanjutkan studinya ke  jenjang yang lebih tinggi karena ia yakin bisa menguasai ilmu fisika.  Padahal nilainya sering jeblok
  karena merasa diangap rendah oleh gurunya, Koshiba lalu melepaskan  keinginannya menjadi musisi dan memutuskan untuk menekuni ilmu fisika di  Universitas Tokyo. Lagi-lagi, sial menimpa dirinya… nilai hasil belajar  yang kurang memuaskan selalu menyertai langkah hidupnya ketika belajar  di Universitas Tokyo. Koshiba tetap ngotot untuk melanjutkan studinya ke  jenjang yang lebih tinggi karena ia yakin bisa menguasai ilmu fisika.  Padahal nilainya sering jeblok  ketika kuliah di jepang, Koshiba juga sambil bekerja untuk meringankan  beban hidup keluarganya. Setelah menamatkan kuliah di Universitas Tokyo,  ia nekat pergi ke Amerika Serikat hanya untuk belajar fisika. Nekat banget nih orang, banyak nilai merah tapi masih ngotot…  sebagaimana tradisi yang masih berlanjut hingga sekarang, dia juga  diharuskan membawa surat rekomendasi dari salah satu dosennya di Tokyo.  Tahukah dirimu apa yang ditulis dosen tersebut ? “nilainya selalu kurang memuaskan…. Tetapi dia tidak bodoh….” Dengan  semangat yang menggebu-gebu dan penuh perjoeangan + kerja keras yang  luar biasa, Koshiba berhasil memperoleh gelar Doktor di University of  Rochester. Mengerikan…. Sering mendapat nilai merah tetapi berhasil menjadi Doktor… fisika lagi…
  ketika kuliah di jepang, Koshiba juga sambil bekerja untuk meringankan  beban hidup keluarganya. Setelah menamatkan kuliah di Universitas Tokyo,  ia nekat pergi ke Amerika Serikat hanya untuk belajar fisika. Nekat banget nih orang, banyak nilai merah tapi masih ngotot…  sebagaimana tradisi yang masih berlanjut hingga sekarang, dia juga  diharuskan membawa surat rekomendasi dari salah satu dosennya di Tokyo.  Tahukah dirimu apa yang ditulis dosen tersebut ? “nilainya selalu kurang memuaskan…. Tetapi dia tidak bodoh….” Dengan  semangat yang menggebu-gebu dan penuh perjoeangan + kerja keras yang  luar biasa, Koshiba berhasil memperoleh gelar Doktor di University of  Rochester. Mengerikan…. Sering mendapat nilai merah tetapi berhasil menjadi Doktor… fisika lagi… 
 karena merasa diangap rendah oleh gurunya, Koshiba lalu melepaskan  keinginannya menjadi musisi dan memutuskan untuk menekuni ilmu fisika di  Universitas Tokyo. Lagi-lagi, sial menimpa dirinya… nilai hasil belajar  yang kurang memuaskan selalu menyertai langkah hidupnya ketika belajar  di Universitas Tokyo. Koshiba tetap ngotot untuk melanjutkan studinya ke  jenjang yang lebih tinggi karena ia yakin bisa menguasai ilmu fisika.  Padahal nilainya sering jeblok
  karena merasa diangap rendah oleh gurunya, Koshiba lalu melepaskan  keinginannya menjadi musisi dan memutuskan untuk menekuni ilmu fisika di  Universitas Tokyo. Lagi-lagi, sial menimpa dirinya… nilai hasil belajar  yang kurang memuaskan selalu menyertai langkah hidupnya ketika belajar  di Universitas Tokyo. Koshiba tetap ngotot untuk melanjutkan studinya ke  jenjang yang lebih tinggi karena ia yakin bisa menguasai ilmu fisika.  Padahal nilainya sering jeblok  ketika kuliah di jepang, Koshiba juga sambil bekerja untuk meringankan  beban hidup keluarganya. Setelah menamatkan kuliah di Universitas Tokyo,  ia nekat pergi ke Amerika Serikat hanya untuk belajar fisika. Nekat banget nih orang, banyak nilai merah tapi masih ngotot…  sebagaimana tradisi yang masih berlanjut hingga sekarang, dia juga  diharuskan membawa surat rekomendasi dari salah satu dosennya di Tokyo.  Tahukah dirimu apa yang ditulis dosen tersebut ? “nilainya selalu kurang memuaskan…. Tetapi dia tidak bodoh….” Dengan  semangat yang menggebu-gebu dan penuh perjoeangan + kerja keras yang  luar biasa, Koshiba berhasil memperoleh gelar Doktor di University of  Rochester. Mengerikan…. Sering mendapat nilai merah tetapi berhasil menjadi Doktor… fisika lagi…
  ketika kuliah di jepang, Koshiba juga sambil bekerja untuk meringankan  beban hidup keluarganya. Setelah menamatkan kuliah di Universitas Tokyo,  ia nekat pergi ke Amerika Serikat hanya untuk belajar fisika. Nekat banget nih orang, banyak nilai merah tapi masih ngotot…  sebagaimana tradisi yang masih berlanjut hingga sekarang, dia juga  diharuskan membawa surat rekomendasi dari salah satu dosennya di Tokyo.  Tahukah dirimu apa yang ditulis dosen tersebut ? “nilainya selalu kurang memuaskan…. Tetapi dia tidak bodoh….” Dengan  semangat yang menggebu-gebu dan penuh perjoeangan + kerja keras yang  luar biasa, Koshiba berhasil memperoleh gelar Doktor di University of  Rochester. Mengerikan…. Sering mendapat nilai merah tetapi berhasil menjadi Doktor… fisika lagi…  Setelah  berjoeang di Amerika serikat, Koshiba kembali ke Jepang dan setelah  beberapa tahun mengajar dan melakukan riset, ia diangkat menjadi  Profesor di Universitas Tokyo… Dahulu kala, di kampus tersebut ia sering  mendapat nilai yang kurang memuaskan… ternyata ia menjadi profesor di  tempat yang sama… aneh bin ajaib. Rupanya gelar profesor belum cukup  bagi Koshiba. Mungkin beliau masih merasa sakit hati dengan ucapan  gurunya dan mungkin juga dosennya, sehingga ia tetap bekerja keras dan  tetap dalam perdjoeangan melakukan riset… Puncak prestasinya pun tiba…  ia dinobatkan menjadi fisikawan peraih Nobel Fisika pada tahun 2002,  penghargaan yang sangat bergengsi bagi para fisikawan di seluruh pelosok  bumi. Nobel Fisika adalah hadiah Prof. Koshiba yang paling indah untuk  guru dan dosennya yang pernah menganggap dirinya tidak mampu… mengapa ia  bisa kita tidak ?
 Dari Jepang, mari kita jalan-jalan ke China.
 Prof.  Daniel Chee Tsui lahir pada tanggal 28 Februari 1939 di sebuah desa  kecil, Provinsi Henan, China. Ayah dan ibunya buta huruf dan mereka juga  tinggal di desa yang selalu dilanda bencana banjir, kekeringan dan  perang. Walaupun buta huruf, ayahnya sangat ingin Tsui sukses, sehingga  pada tahun 1951 ayahnya mengirim Tsui ke Hongkong. Setelah lulus sekolah  dasar, Tsui melanjutkan ke sekolah menengah Pui Ching, Kowloon,  Hongkong, sebuah sekolah menengah yang sangat terkenal di Hongkong. Luar  biasa orang tua beliau… karena kejeniusan dan kerja kerasnya yang luar  biasa, Tsui berhasil mendapat beasiswa ke Amerika Serikat. Setelah Lulus  dari Augustana College, Tsui melanjutkan kuliahnya ke University of  Chicago dan berhasil meraih gelar doktor pada tahun 1968.
 Setelah  berhasil meraih gelar doktor, Tsui melakukan riset di Bell  Laboratories, New Jersey. Dengan tekun dan kerja keras, ia berhasil  menemukan material baru dimana elektron dapat bergerak dipermukaannya  tanpa gesekan. Penemuannya ini sekarang digunakan untuk pembuatan  chip-chip komputer yang merupakan peralatan utama untuk era teknologi  canggih saat ini. Penemuannya tersebut membuatnya memperoleh penghargaan  nobel fisika pada tahun 1998. Beliau adalah Profesor teknik elektro  pada Princeton University dan menjadi pembimbing Oki Gunawan, Ph.D,  mahasiswa Indonesia yang pernah memperoleh medali perunggu pada  Olimpiade Fisika Internasional tahun 1993, saat Indonesia pertama kali  mengikuti kejuaraan bergengsi tersebut. Kemiskinan dan kemelaratan  ternyata tidak membuatnya mundur dan menjadi alasan terbaik untuk tidak  sukses… bagaimana dengan kita ?
 Sukses  yang mereka peroleh adalah hasil kerja keras dan penuh perjoeangan…  kemampuan otak yang pas-pasan tidak menjadi alasan bagi Koshiba untuk  gagal. Orang tua yang miskin juga tidak menjadi alasan bagi Tsui untuk  mundur. Mari kita belajar dari kedua fisikawan kelas kakap ini. Apakah  dirimu merasa sering mendapat nilai merah ? kenangkanlah Koshiba di  manapun dirimu berada. Atau dirimu juga berasal dari keluarga yang penuh  penderitaan dan kemelaratan ? ingatlah Prof. Tsui… pintar saja tidak  cukup, demikian kata Prof. Tsui… harus tekun dan tetap kerja keras  sampai sukses. Apapun bidang yang engkau sukai dan akan atau sedang  ditekuni, tetaplah fokus di sana dan bertekunlah… Tunjukkan kepada semua  orang yang meragukanmu, mereka yang pernah mengatakan dirimu bodoh,  miskin, melarat dan tertindas… bahwa dirimu juga bisa. Ayo, mari kita  sama-sama berjoeang… Ssstttt… jangan lupa Tuhan

 


0 komentar:
Posting Komentar